TERAPI DENGAN WAKING HYPNOSIS/HIPNOTIS TANPA TIDUR (KASUS PERCOBAAN BUNUH DIRI)
Peristiwa ini sangat menarik sekali, saya harus segera menulisnya sebelum lupa. Sebut saja namanya Dewi (nama saya samarkan) usia 17 tahun kelas XI di salah satu SMA. Kondisi Dewi saat itu mencoba bunuh diri dengan memotong nadi dengan cutter di dalam kamar dengan pintu terkunci. Aksi ini diketahui oleh tantenya, karena setelah bertengkar hebat dengan orang tuanya, Dewi masuk kamar dan tidak keluar lagi. Saat tantenya mau masuk ke kamar Dewi dan Dewi tidak memberikan respon timbul kecurigaan kemudian tantenya minta tolong bapaknya Dewi untuk mendobrak pintu. Ketika berhasil di dobrak, disana Dewi dalam keadaan terbaring dengan mata tertutup dan darah segarnya mengalir dari nadinya. Lantas keluarganya bergegas membawanya ke Rumah Sakit. Setelah mendapat perawatan medis, dokter menyarankan agar Dewi di bawa ke Psikolog untuk mendapatkan terapi mental. Pagi harinya kakak Dewi langsung menelpon saya dan minta bantuan saya untuk memberikan terapi kepada Dewi. Dan siangnya saya langsung di jemput oleh kakaknya menuju ke rumah Dewi. Karena perjalanan lumayan jauh sekitar 2 jam, saya manfaatkan untuk benbincang2 dengan kakaknya di dalam mobil. Berikut dialog kami :
Fika : Mas, bukankah dokter menyarankan agar Dewi di bawa ke Psikolog?
Kakak Dewi : Iya pak tapi saya ingin Dewi di hipnotis saja biar cepat berubah.
Fika : Saya ini seorang Hipnoterapis bukan Psikolog. Apakah orang tua mas dan Dewi tahu tentang saya?
Kakak Dewi : Mereka tidak tahu pak, saya bilang kalau saya punya kenalan Psikolog. Makanya saya pesan sama bapak agar jangan menggunakan kata HIPNOTIS, nanti Dewi malah ketakutan. Saya pernah melihat Romy Rafael menghipnotis orang tanpa tidur. Berarti adek saya bisa diterapi tanpa tidur kan?
Fika : Iya bisa mas, itu namanya Waking Hypnosis. Tapi kalau mengandalkan Waking Hypnosis akan membutuhkan waktu lama.
Kakak Dewi : Oh tidak apa2 pak. Saya pernah baca di website bapak, bukankah Hypnosis terdiri dari 4 cabang ilmu yaitu Psikologi, Neurologi, Fisiologi dan Linguistik? Berarti bapak paham Psikologi kan?
Fika : Ya saya usahakan semampu saya mas nanti.
Begitu sampai di rumahnya Dewi masih berada di kamar, tidak mau bertemu dengan siapapun termasuk saya. Setelah dibujuk oleh keluarganya tetap juga tidak mau keluar akhirnya saya diminta masuk ke kamarnya dengan didampingi ibu dan tantenya. Berikut dialog kami ;
Fika : Mbak Dewi, saya datang kesini ingin membantu masalah mbak Dewi .
Dewi : (Diam, tidak merespon saya).
Fika : Apakah mbak Dewi bersedia saya bantu?
Dewi : (Memalingkan muka dari saya).
Fika : Mbak Dewi tolong lihat saya, saya datang jauh2 kesini untuk membantu mbak Dewi biar masalah mbak Dewi bisa cepat selesai dan tidak ada lagi konflik dengan orang tua. Jika apa yang saya lakukan nanti tidak membawa pengaruh baik untuk keluarga mbak Dewi, saya tidak akan kesini lagi.
Dewi : (Menatap saya dalam kondisi trans).
Fika : Bisa kita keluar ke ruang tamu untuk berbincang2?
Dewi : (Menganngukkan kepala).
Fika : (Saya keluar menuju ruang tamu)
Dewi : (Menuju ruang tamu didampingi tantenya).
Fika : Mbak Dewi, saya mendapat sedikit cerita dari keluarga mbak Dewi, namun saya ingin mendengar langsung dari mabak dewi biar lebih detail lagi. Bersedia untuk menceritaknnya?
Dewi : (Diam tidak memberi jawaban).
Fika : OK, begini saja kalau tidak ingin cerita bisa lewat tulisan. Bagaimana?
Dewi : (Menganggukkan kepala).
Fika : Ok, silakan tulis masalah mbak Dewi di buku ini, semakin detail semakin baik. (Saya memberikan buku yang sudah saya sediakan, karena dia masih dalam kondisi Shock dan tidak mau berbicara dengan siapapun).
Dewi : (Mulai menulis).
Fika : (Menunggu 90 menit sambil menikmati suguhan).
Dewi : (Menyerahkan bukunya kepada saya).
Fika : (Saya membaca tulisannya selama 30 menit, inti dari tulisannya bahwa Dewi kecewa dengan orang tuanya karena tidak menyetujui hubungannya dengan laki2 pilihannya). Mbak Dewi bersedia menjawab pertanyaan saya?
Dewi : (Diam ).
Fika : Ok gini saja, ini nomor hp saya, sewaktu2 kalau berubah pikiran ingin berbagi cerita dengan saya, mbak Dewi bisa SMS atau telpon saya. Minggu depan saya kesini lagi. Bagaimana?
Dewi : (Menganggukkan kepala).
Akhirnya saya pulang, sampai rumah jam 8 malam. Sekitar jam 9 malam ada SMS dari Dewi, dia mulai mau bercerita lebih terbuka dengan saya. Akhirnya saya mendapat cerita lebih detail lagi dari dia.
Minggu depannya saya datag lagi untuk sesi terapi kedua. Pada sesi ini saya hanya mengaandalkan Waking Hypnosis dengan memberinya pertanyaan2 yang bisa membuatnya trans/hypnotized. Pada sesi ini saya membutuhkan waktu 4 jam. Ada beberapa pertanyaan yang saya ajukan langsung tembus ke pikiran bawah sadarnya, berikut dialog kami ;
Fika : Mbak Dewi kenapa ingin mengakhiri hidup dengan bunuh diri?
Dewi : Saya rasa itu cara paling mudah untuk menyelesaikan masalah pak.
Fika : Apakah Tuhan suka dengan cara yang mbak Dewi pilih? Kira2 dosa ga orang meninggal karena bunuh diri?
Dewi : Dosa pak, tapi takdir saya seperti ini.
Fika : Takdir? Takdir itu apa sih?
Dewi : Takdir itu kehendak Tuhan pak, Tuhan sudah menggariskan takdir saya seperti ini.
Fika : Kalau takdir dipahami seperti itu, untuk apa ada DOSA dan PAHALA? Berarti Tuhan Maha Keji karena menakdirkan mbak Dewi meninggal dengan cara bunuh diri? Berarti mbak Dewi tidak berdosa karena itu kehendak Tuhan karena Tuhan sudah tahu dari awal kalau mbak Dewi akan meninggal dengan cara bunuh diri? Sedangkan disisi lain ada orang yang meninggal dengan cara yang baik, missal; meninggal saat Shalat, membaca Alquran, berdzikir, dll. Nah lalu dimana letak keadilan Tuhan itu? (Saya sengaja mempertentangkan pemahaman Dewi tentang Takdir dengan Sifat Tuhan, hal ini akan membingungkan pikiran sadarnya dan gerbang pikiran bawah sadarnya akan terbuka, disaat itulah dia akan menemukan jawabannya sendiri yg merupakan sugesti bagi pikiran bawah sadarnya. Teknik ini disebut teknik Metafora yang diciptakan oleh Milton Erickson).
Dewi : (Diam sesaat sambil merenung). Terus bagaiamana menurut bapak? (Gerbang pikiran bawah sadarnya sudah terbuka, saatnya saya memasukkan sugesti).
Fika : Takdir itu adalah Pilihan Manusia, Tuhan hanya menyediakan Qodar/Kadar/Ukuran. Misal: mbak Dewi meninggal karena bunuh diri, berarti itu sudah menjadi pilihan mbak Dewi karena mbak Dewi sudah memenuhi Qodar/Kadar/Ukuran untuk meninggal dengan cara bunuh diri. Sedangkan Tuhan masih menyediakan Qodar/Kadar/Ukuran yang lain yang masih bisa mbak Dewi pilih. Jadi kalau mbak Dewi meninggal karena bunuh diri itu bukan salah Tuhan tapi karena mbak Dewi sudah memilih Takdir mbak Dewi sendiri. Sehingga sifat Tuhan yang Maha Pengasih Penyanyang dan Maha Adil itu tetap terjaga. Makanya ada DOSA dan PAHALA, ada SURGA dan NERAKA. Nah kira2 kalau mbak Dewi jadi meninggal karena bunuh diri, masuk surga atau neraka?
Dewi : Neraka pak.
Fika : Kan Tuhan menyediakan surga, kenapa pilih neraka? Kira2 keputusan itu kehendak Tuhan atau merupakan keputusan mbak Dewi sendiri?
Dewi : Keputusan saya sendiri pak.
Fika : Kalau mbak dewi masuk neraka, siapa yang salah?
Dewi : Saya sendiri pak.
Fika : Kira2 enak ga sih di dalam neraka itu?
Dewi : Kayaknya ga enak sih pak.
Fika : Ga takut disana sendirian?
Dewi : Kenapa sendirian pak?
Fika : Lha temennya mbak Dewi masih sekolah semua, berarti belum punya teman disana kan? (Pertanyaan ini untuk mengedukasi pikiran bawah sadarnya)
Dewi : (Tersenyum kemudian tertawa).
Dua hari pasca terapi, keluarganya kirim SMS saya yang mengabarkan bahwa Dewi sudah ceria kembali, mau makan teratur, mau keluar rumah, mau mengerjakan pekerjaan rumah, mau bertemu dengan teman2nya, mau pergi ke Masjid, dll.
Minggu depannya lagi saya datang untuk sesi terapi ke 3. Untuk sesi ini saya membutuhkan waktu 4 jam. Dan untuk yang terakhir ini saya hanya ngobrol2 ringan saja, saya hanya mengarahkan pikiran bawah sadarnya agar lebih menghormati orang tuanya. Dialognya sangat panjang sekali, jadi tidak perlu saya tuliskan disini.
Tiga hari pasca terapi, keluarganya kirim SMS bahwa Dewi sekarang sangat patuh sekali dengan kedua orang tuanya. Dan Dewi bersedia memutuskan hubungannya dengan pacarnya demi orang tuanya.
Setelah saya pantau selama satu bulan lebih, Dewi tidak menunjukkan indikasi untuk bunuh diri lagi kemudian saya memutuskan untuk menghentikan terapinya.
Semoga Bermanfaat
Salam Hipnosa